Minggu, 04 Juni 2017

Jepara’s wood creation legacy

Jepara adalah sebuah kota di Jawa Tengah, Indonesia, memiliki kurang lebih satu juta penduduk. Kota ini terletak di pantai paling utara di Jawa Tengah.  Jepara terkenal dengan produk kerajinan kayunya yang sampai di Impor oleh negara-negara Eropa sampai Amerika Serikat.

Kerajinan kayu terkenal karena produknya memiliki kelebihan keindahan yaitu ukiran-ukiran yang unik terdapat pada hasil kerajinan seperti meja, kursi, lemari, bingkai kaca, dsb. Tidak ada produk dari Jepara yang tidak memiliki hiasan ukiran. Produk ukiran furnitur tersebut juga dibuat dalam edisi terbatas dari mulai desain sampai banyaknya produk. Produk-produk furnitur ini sangat unik diantaranya ada kursi gajah, kursi yang pasti semua orang pernah lihat yaitu kursi yang ada ukiran burung garudanya, sampai kursi dengan gaya majapahit.

Hasil gambar untuk furniture jepara

Kerajinan ukiran kayu Jepara ini mulai dikenal di kancah Internasional pada tahun 1989 diperkenalkan di pertemuan perdagangan di Bali. Pertemuan tersebut di sponsori oleh pemerintah Jepara yang akhirnya membuat pembeli-pembeli furnitur dari luar negeri tertarik akan produk kerjaninan itu. Lalu Jepara dikenal karena kerajinan furniturnya.

Lalu produk-produk Jepara semakin terkenal dan menimbulkan banyak permintaan. Hal ini bisa dibuktikan dari yang pada tahun 1986 ekspor kerajinan kayu Jepara hanya mendapatkan 30.000 USD, namun di tahun 1995 mencapai  150jt USD dan 225jt USD di tahun berikutnya. Merespon permintaan yang terus meluap, Jepara mulai meningkatkan produksinya agar terus bisa memenuhi permintaan para pembeli.

Jepara memproduksi dalam dua kategori yaitu produk-produk untuk di ekspor dan produk-produk yang dijual di pasar lokal. Hal ini dilakukan untuk menaikan harga barang dalam pasar Internasional dan juga untuk membedakan gaya yang disukai oleh pemesan. Produk yang untuk diekspor tentu berbeda desain maupun banyak barangnya. Produk itu dibuat hanya sesuai dengan pesanan para pembeli.

Selain itu, kualitas produk yang untuk di ekspor maupun dijual di lokal juga berbeda. Produk lokal biasanya hanya di cat dengan cat reguler, sementara untuk produk yang akan di ekspor dikerjakan lebih bervariasi. Produk ekspor lebih menggunakan tangan, menggunakan cat semprot, dicuci putih dengan metode untuk menciptakan High-quality products. Produk ekspor dikerjakan dengan kehati-hatian ekstra karena pembeli sangat jeli melihat produk bila ada kecacatan. Produk ekspor yang memiliki kecacatan dan ditolak oleh pembeli, lansung dialokasikan untuk di jual di lokal.

Sejarah menyatakan bahwa Jepara memiliki keahlian yang sangat artistic untuk waktu yang lama. Kaya akan sejarah budaya, mulai dari lingkungan yang suka dengan kerjinan kayu, manjadikan hal ini sebagai mata pencaharian, menciptakan furnitur yang kreatif dengan ukiran yang sangat indah di Jepara. Pertumbuhan orang yang melakukan kerajinan kayu ini semakin lama semakin meningkat. Komunitas di jepara membuat furnitur dengan spesial berbeda dengan produk-produk lain.


Hasil gambar untuk pengrajin kayu jepara

Pemerintah Jepara juga menjadi sangat perhatian kepada kebutuhan orang-orang, paling perhatian diantara pemerintah lokal Indonesia yang lainnya. Oleh karena itu, pemerintah Jepara sangat mendukung aktifitas produksi industri furnitur ini. Masyarakat Jepara pun juga terkenal perkerja keras sebagai masyarakat untuk bertahan hidup.





Sumber:
Jurnal Kementerian Perdagangan. 2008. Indonesian Furniture: Creativity In Woods. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.

Kamis, 27 April 2017

Peran Indonesia dalam APEC (Asia-Pasific Economic Cooperation)

kepanjangan dari Asia-Pasific Economic Cooperation, merupakan organisasi kerjasama ekonomi regional di kawasan Asia Pasifik. APEC pertamakali dibentuk pada tahun 1989, saat pertemuan tingkat menteri Negara-negara Asia Pasifik diadakan di Canberra, Australia. APEC adalah forum ekonomi untuk meningkatkan kerjasama dan liberalisasi perdagangan yang meliputi semua ekonomi besar di wilayah Asia Pasifik. Perwakilan dari Negara-negara anggota APEC yang berjumlah 22 anggota, bertemu secara tahunan untuk mendiskusikan isu-isu yang dihadapi kelompok tersebut. Pertemuan tersebut terakhir kali dilaksanakan di Beijing, China (KTT APEC ke 26).

Hasil gambar untuk APEC

Organisasi APEC diprakarsai oleh  Perdana Menteri Australia pada saat itu Bob Hawke ketika berpidato di Seoul, Korea pada tahun 1989. Pada akhir tahun itu juga, 12 negara hadir di Canbera, Australia dan sepakat mendirikan APEC. Kedua belas negara pendiri itu adalah Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, New Zealand, Philippina, Singapura, Thailand, dan Amerika Serikat. Setelah itu Cina, Hong Kong, dan Taipei bergabung pada tahun 1991, Meksiko dan Papua Nugini pada tahun 1993, Chile pada tahun 1994, Peru, Rusia, dan Vietnam pada tahun 1998, Mongolia pada tahun 2013. Jadi, jumlah anggota APEC seluruhnya adalah 22 negara yang berada di kawasan Asia-Pasifik. 

Tujuan Pembentukan APEC

Tujuan APEC adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Pasifik dan meningkatkan kerja sama ekonomi melalui peningkatan volume perdagangan dan investasi. Selan itu, APEC bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan ekonomi di kawasan tersebut di tengah-tengah perkembangan ekonomi internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut APEC melakukan kerja sama dalam tiga ruang lingkup yang disebut dengan Tiga Pilar Kerja Sama APEC. Ketiga pilar itu adalah liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitasi usaha, kerja sama ekonomi, dan teknik.

Sejarah Pembentukan APEC

Sejarah pembentukan APEC dilatarbelakangi oleh perubahan di Uni Soviet dan Eropa Timur. Runtuhnya Uni Soviet dengan sistem ekonomi komunisnya, diikuti perubahan sistem ekonomi negara-negara di Eropa Timur yang sebelumnya menjadi pengikutnya. Sistem ekonomi komunis yang tertutup secara bertahap berubah menjadi sistem ekonomi liberal yang bebas. Sehingga, muncullah kesadaran bahwa pada dasarnya setiap negara saling membutuhkan. Saat itu berlangsung perundingan Putaran Uruguay yang membahas tatanan perdagangan dunia. Putaran Uruguay adalah perundingan Negara-negara anggota GATT (General Agreement of Trade and Tariff) pada tahun 1986 di Punta del Este, Urugay.

Adanya kekhawatiran atas gagalnya perundingan itu menjadi sebab dibentuknya APEC. Bila perundingan itu gagal, dikhawatirkan akan muncul sikap proteksionis dan lahir kelompok-kelompok regional yang tertutup. Padahal, dunia saat itu sedang mengarah kepada sistem perdagangan bebas.

Indonesia berperan dalam pendirian APEC dan hadir pada konferensi tingkat menteri di Canberra, Australia, tahun 1989. Kontribusi utama Indonesia pada awal pembentukan APEC ditandai dengan rumusan Bogor Declaration dan Bogor Goals pada saat Keketuaan APEC Indonesia tahun 1994. Indonesia juga turut mendorong dibentuknya salah satu pilar utama APEC yaitu Economic and Technical Cooperation (ECOTECH) yang dirancang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan merata demi mengurangi kesenjangan ekonomi di kawasan melalui pembangunan kapasitas individu dan institusi.

APEC Indonesia 2013

Pada tahun 2013, Indonesia kembali menjadi ketua dan tuan rumah KTT ke-21 APEC, setelah sebelumnya menjadi ketua di tahun 1994. Tema APEC Indonesia 2013 adalah “Resilient Asia-Pacific, Engine of Global Growth.” Kepemimpinan Indonesia telah dimanfaatkan untuk mewujudkan kawasan Asia Pasifik yang lebih tangguh, berketahanan, dan cepat pulih di tengah krisis ekonomi, sehingga dapat berperan sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi dunia.

Guna mendukung pencapaian tema tersebut, Indonesia mengusung tiga prioritas utama, yaitu
1.  mendorong upaya pencapaian Bogor Goals (Attaining the Bogor Goals) dan penguatan integrasi ekonomi regional, melalui kerjasama perdagangan dan investasi, dan dukungan pada sistem perdagangan multilateral.
2.  mendorong pertumbuhan berkelanjutan yang merata (Achieving Sustainable Growth with Equity), termasuk didalamnya penguatan peran UMKM dan wanita dalam perekonomian, membahas masalah ketahanan pangan, serta mengarusutamakan isu-isu kelautan di APEC.
3.  serta meningkatkan konektivitas kawasan (Promoting Connectivity), khususnya penguatan infrastruktur fisik, institusional, dan hubungan antar perseorangan di kawasan, diantaranya melalui peningkatan kerja sama pengembangan dan investasi infrastruktur, kerja sama lintas batas sektor pendidikan, kerja sama fasilitasi tanggap darurat bencana alam, serta kerja sama fasilitasi pariwisata di kawasan Asia Pasifik.

APEC China 2014 dan Peran Indonesia

APEC China 2014, dengan tema “Shaping the Future thorough Asia Pacific Partnership”, telah mengusung tiga prioritas utama, yaitu i) advancing regional economic integration; ii) promoting innovative development, economic reform and growth; dan iii) strengthening comprehensive connectivity and infrastructure development.

Melalui forum APEC CEO Summit, ABAC Dialogue with Leaders dan ­Indonesia-Tiongkok, Presiden RI telah menyampaikan program kerja pemerintah untuk lima tahun ke depan khususnya dalam pengembangan infrastruktur, konektivitas dan industri dalam negeri dan mengundang para pengusaha untuk berpartisipasi pada pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Hasil KTT APEC 2014 tersebut juga memuat beberapa inisiatif Indonesia yang perlu terus ditindklanjuti di tahun mendatang, seperti:

a.   APEC Connectivity Blueprint, yaitu kelanjutan inisiatif Indonesia pada APEC 2013 di Bali, yang memastikan bahwa kerja sama konektivitas dan infrastruktur menjadi visi APEC hingga 2025. Dalam kaitan ini, APEC bermanfaat dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan infrastruktur dan konektivitas Indonesia. 
b.  Dukungan tenaga ahli APEC pada pendirian Pusat Kemitraan Pemerintah-Swasta (PPP Center) di Kementerian Keuangan RI agar berstandar internasional dan penyusunan suatu Guidebook on PPP Framework inisiatif Indonesia, yang mengidentifikasi praktek-praktek Kemitraan Pemerintah-Swasta yang baik di kawasan.
c.   Upaya Indonesia untuk mendorong peningkatan kerja sama kelautan yang komprehensif dan penunjukan Indonesia selaku koordinator isu kelautan di APEC. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan untuk mendorong kerja sama kelautan di APEC agar selaras dengan gagasan “Poros Maritim”.
d.  Upaya Indonesia untuk melanjutkan studi tentang “development products”, yang bertujuan memperjuangkan komoditas seperti minyak sawit, karet alam, kertas, rotan, dan produk perikanan yang kerap melibatkan petani kecil dan dapat mendukung pembangunan pedesaan. Upaya ini diharapkan dapat membuka peluang dan menghilangkan hambatan perdagangan bagi komoditas unggulan tersebut, termasuk keringanan tarif. 
e.  Melanjutkan gagasan Indonesia untuk meningkatkan sinergi antara APEC dengan berbagai organisasi/forum regional dan internasional, sehingga berbagai tantangan yang menghambat pertumbuhan perekonomian di kawasan dapat dihadapi oleh berbagai forum sekaligus. Terdapat 3 cara yang diusulkan yaitu dengan mendorong penyelesaian suatu masalah secara komprehensif, membentuk kerja sama antar organisasi/forum, dan memperkuat arsitektur kerja sama perdagangan dan investasi di kawasan.


sumber:
http://www.pengertianahli.com/2015/01/apec-pengertian-tujuan-dan-sejarah-apec.html
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/kerjasama-regional/Pages/APEC.aspx